TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA
 photo 12km_zps315e09d4.gif

Rabu, 15 Februari 2012

nazaruddin Dijerat Pasal Pencucian Uang

Terdakwa perkara dugaan suap pada pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Muhammad Nazaruddin, dijerat kasus tindak pidana baru. Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjeratnya dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pengumuman status tersangka terhadap Nazaruddin untuk kasus tersebut disampaikan Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta, Senin (13/2).


Kasus itu adalah kasus kedua yang menjerat Nazaruddin. Namun, menjadi kasus tindak pidana korupsi pertama dari KPK yang menggunakan UU TPPU.

"KPK menetapkan MN, anggota DPR periode 2009-2014, dalam kasus tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan pembelian saham PT Garuda," ujar Johan Budi.

Menurut Johan, pembelian saham Garuda itu diduga sebagai modus dalam rangka pencucian uang yang diperoleh dari praktik tindak pidana korupsi pada pembangunan wisma atlet di Jakabaring. Nazaruddin dijerat dengan Pasal 12 huruf a subsidair Pasal 5 dan Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 3 atau Pasal 4 juncto Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. "Diduga, tindak pidana awalnya adalah kasus suap Sesmenpora (wisma atlet--Red) itu," kata Johan.

Fakta hukum itu terungkap pada persidangan Nazaruddin dalam perkara dugaan suap wisma atlet di Pengadilan Tipikor. Pada persidangan itu sejumlah saksi mengungkapkan bahwa kelompok usaha milik Nazaruddin, Permai Group, membeli saham perdana PT Garuda Indonesia senilai Rp 300,8 miliar.

Mantan Wakil Direktur Permai Group, Yulianis, adalah salah seorang pengungkap fakta tersebut. Menurut Yulianis, pada 2010 Permai Group memperoleh keuntungan sekitar Rp 200 miliar dari proyek pemerintah senilai Rp 600 miliar. Uang itu dibelikan saham Garuda oleh lima anak perusahaan Permai Group.

Perinciannya, menurut Yulianis, PT Permai Raya Wisata membeli 30 juta lembar saham senilai Rp 22,7 miliar, PT Cakrawaja Abadi 50 juta lembar saham senilai Rp 37,5 miliar, PT Exartech Technology Utama 150 juta lembar saham senilai Rp 124,1 miliar, PT Pacific Putra Metropolitan 100 juta lembar saham senilai Rp 75 miliar, dan PT Darmakusuma 55 juta lembar saham senilai Rp 41 miliar.

Saham-saham itu dibeli melalui Mandiri Sekuritas. Untuk itu, KPK menjadwalkan meminta keterangan pihak-pihak yang mengetahui peristiwa itu seperti Yulianis, Oktarina Furi, Direktur Keuangan PT Duta Graha Indah (DGI) Laurensius Tegus Khasanto, serta Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas Harry Maryanto Supoyo.

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali menyerahkan daftar sejumlah transaksi mencurigakan kepada KPK. Setidaknya ada sembilan transaksi mencurigakan yang dikirim kepada KPK.

"Selain transaksi dari individu, ada juga antarperusahaan. Apakah ada aspek pidananya atau tidak, KPK yang melakukan klarifikasi," ujar Ketua PPATK Muhammad Yusuf.

Namun, Yusuf tidak mau menyebut siapa saja pemilik transaksi mencurigakan yang dilaporkan itu. Alasannya, hal itu bisa membunuh karakter yang bersangkutan.

Dia mengatakan, hingga saat ini PPATK tidak menemukan transaksi mencurigakan kepada partai politik (parpol). Tetapi, diakui ada temuan transaksi mencurigakan kepada individu anggota parpol. "(Datanya) sudah diserahkan kepada KPK semua," ujar dia.

Yusuf juga enggan menyebut dari parpol mana politikus yang memiliki transaksi mencurigakan itu. "Sudah di KPK. Kalian sudah tahu, kasusnya masuk Tipikor berkali-kali itu," kata Yusuf.

Sementara itu, berkaitan dengan kasus tindak pidana korupsi pada pembangunan wisma atlet di Jakabaring, jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK menjadwalkan mendengar kesaksian Angelina Sondakh dan I Wayan Koster pada persidangan perkara suap pembangunan wisma atlet dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin, Rabu (15/2).

Dua anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu pernah diperiksa penyidik KPK untuk kasus tersebut. Angelina Sondakh yang sudah berstatus tersangka dalam kasus itu dan I Wayan Koster disebut-sebut menerima uang yang diduga sebagai suap untuk melincinkan pencairan dana proyek pembangunan wisma atlet sebesar Rp 5 miliar.

Dari fakta persidangan sebelumnya untuk kasus itu, terungkap bahwa Angie--panggilan akrab Angelina Sondakh-bersama I Wayan Koster telah menerima dana dari Permai Group tersebut pada 5 Mei 2010. Mereka menerimanya dari sopir Permai Group bernama Lutfi yang mengantarkan uang itu ke ruangan Wayan Koster di lantai enam gedung DPR.

Pemberian dilakukan dalam dua tahap pada hari yang sama. Pagi hari, Lutfi mengantarkan uang yang diletakkan dalam kardus printer berisi tiga miliar rupiah. Sore harinya Lutfi mengantarkan dua miliar rupiah. 


Sumber : Suara Karya, 14 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar